Isu Program
Isu
program kurikulum SMA/MA dapat kita amati antara lain dari dua sisi,
yaitu materi kurikulum dan distribusi alokasi waktunya. Walaupun tujuan
Pendidikan Jasmani di
SMA/MA sangat sesuai dengan tujuan pendidikan pada umumnya, namun
seringkali para guru terlena oleh materi kurikulumnya. Materi kurikulum
SMA/MA pada dasarnya merupakan berbagai gerak dasar, yang antara lain
dapat diklasifikasikan ke dalam cabang olahraga atletik, permainan,
senam, beladiri, dan olahraga tradisional. Kenyataan ini sering
menggiring para guru:
- Memaksakan diri mengajar olahraga yang untuk beberapa siswa mungkin belum saatnya karena persyaratan fisik dan koordinasinya belum memadai sehingga PBM kurang DAP.
- Berpegang teguh bahwa penguasaan keterampilan olahraga merupakan tujuan utama dari Pendidikan Jasmani di SMA/MA.
- Kurang memperhatikan tujuan yang bersifat afeksi seperti kesenangan dan keceriaan.
- Kurang menyadari bahwa olahraga merupakan media untuk mencapai tujuan pendidikan pada umumnya.
- Kurang memperhatikan aspek gerak dasar siswa yang bermanfaat bagi keterlibatannya dalam berbagai aktivitas sehari-hari untuk mengisi waktu luang dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas fisik di sekolah maupun di masyarakat dan pembentukan gaya hidup yang sehat.
Apabila
dilihat dari distribusi alokasi waktunya yang hanya satu kali dalam
satu minggu dengan lama 2 x 45 menit, kemungkinan besar tujuan yang
berhubungan dengan pengembangan kesegaran jasmani tidak bisa tercapai.
Program aktivitas untuk pengembangan kebugaran jasmani menuntut
frekuensi 3 x dalam seminggu. Sementara itu perkembangan kesegaran
jasmani siswa seringkali merupakan tujuan yang paling diharapkan
tercapai dalam pendidikan jasmani. Untuk itu program kesegaran jasmani yang realistik untuk situasi seperti ini perlu dipertimbangkan.
Isu Proses Pembelajaran
Beberapa
isu yang berhubungan dengan proses belajar mengajar dan perlu mendapat
perhatian para pelaksana di lapangan antara lain adalah sebagai berikut:
- Pengembangan dan variasi aktivitas belajar yang diberikan cenderung miskin dalam hal pengembangan tujuan secara holistic dan cenderung didasarkan terutama pada minat, perhatian, kesenangan, dan latar belakang gurunya. Dengan kata lain, aktivitas belajar cenderung kurang didasarkan pada karakteristik anak didiknya, misal, terdiri dari sejumlah permainan olahraga untuk orang dewasa.
- Aktivitas Pendidikan Jasmani yang diperoleh siswa cenderung terbatas. Siswa berpartisipasi pada permainan dan aktivitas yang jumlahnya relatif terbatas. Demikian juga kesempatan dan waktu aktif belajar untuk mengembangkan konsep dasar dan keterampilan gerakpun terbatas. Hasil penelitian Lutan dkk. (1992) mengungkapkan bahwa aktif belajar siswa SMA berkisar 1/3 dari seluruh alokasi Penjas.
- Siswa diharuskan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas penjas, namun aktivitas tersebut kurang membantu siswa memahami dampaknya bagi peningkatan kebugaran jasmani dan gaya hidup sehatnya di masa yang akan datang.
- Peranan unik dari Pendidikan Jasmani, yaitu belajar gerak dan belajar sambil bergerak, cenderung kurang dipahami oleh para pengajar dan kurang tercermin dalam pembelajaran.
- Siswa kurang mendapat kesempatan untuk mengintegrasikan aktivitas Pendidikan Jasmani dengan pengalaman-pengalaman pendidikan pada bidang bidang lainnya.
- Guru kurang mengembangkan aspek afektif karena kurang melibatkan aktivitas yang dapat mengembangkan keterampilan sosial, kerjasama, dan kesenangan siswa terhadap Pendidikan Jasmani.
- Guru cenderung masih kurang memperhatikan kesempatan pemberian bantuan kepada siswa agar mengerti emosi-emosi yang dirasakannya pada waktu melakukan aktivitas Pendidikan Jasmani.
- Siswa disuruh untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang terlalu mudah atau terlalu sukar yang dapat menyebabkan mereka bosan, frustrasi, atau melakukannya dengan salah.
- Jumlah siswa dalam pelajaran penjas lebih dari jumlah siswa dalam kelas yang sebenarnya, misal, mengajar empat kelas sekaligus.
- Siswa disuruh mengikuti pelajaran lain karena alasan-alasan lain atau sebagai hukuman atas perbuatannya dalam pelajaran Pendidikan Jasmani.
- Proporsi jumlah waktu aktif belajar sangat terbatas sebab siswa harus menunggu giliran, memilih team, terbatasnya peralatan, atau karena permainan gugur yang pada umumnya siswa yang lamban yang gugur.
Isu Penilaian
Evaluasi
merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan (integral) dari suatu proses
belajar mengajar. Evaluasi berfungsi sebagai salah satu cara untuk
memantau perkembangan belajar dan mengetahui seberapa jauh tujuan
pengajaran dapat dicapai oleh siswa. Beberapa isu yang seringkali muncul
daam pelaksanaan evaluasi antara lain adalah sebagai berikut:
- Pelaksanaan penilaian belum begitu nampak terintegrasi dalam sebuah proses belajar mengajar. Pengecekan terhadap pemahaman siswa dan pemberian umpan balik yang memadai dalam rangka meningkatkan penguasaan materi oleh siswa sebagai salah satu bentuk evaluasi, nampaknya belum merupakan bagian yang menyatu dalam sebuah proses belajar mengajar. Guru merasa dikejar-kejar oleh bahan yang harus tuntas pada pertemuan itu tanpa memperhatikan apakah siswa sudah saatnya menerima materi berikutnya atau belum. Untuk itu seringkali guru memberikan evaluasi harian yang sifatnya formalitas saja, asal menyampaikan tanpa dijadikan umpan balik untuk perbaikan proses berikutnya.
- Materi evaluasi terkadang kurang kurang relevan dengan materi yang diberikan pada proses belajar mengajar. Kecenderungan untuk mengambil materi evaluasi dari bang-bang soal dari luar sekolah atau dari soal sebelumnnya tanpa terlebih dahulu direvisi atau disesuaikan dengan materi belajar yang sudah diberikan, memang merupakan cara yang cepat. Namun apabila hal itu tidak dilakukan dengan teliti, bisa jadi akan melemahkan validitas dan reliabilitas soalnya. Suatu soal yang valid pada kelompok siswa sekolah tertentu belum tentu valid untuk sekolah tempat kita mengajar. Tingkat keterampilan siswa, fokus pembelajaran, dan relevansi materi evaluasi seringkali merupakan aspek pokok validitas instrumen.
- Situasi pelaksanaan evaluasi. Dalam situasi ujian tes tulis di kelas, hasil tes mungkin hanya diketahui oleh yang dites dan gurunya. Sementara itu, dalam tes penampilan di lapangan, hasil tes diketahui oleh semua orang. Semua siswa tahu siapa yang larinya paling lambat, siapa yang skor shootingnya paling rendah, dsb. Keadaan ini sedapat mungkin dihindari oleh para guru Penjas sehingga dapat memelihara kondisi perasaan siswa agar tetap positif.
- Alokasi waktu pelajaran Penjas di sekolah amat terbatas untuk mengadakan pengetesan. Alokasi waktu pelajaran Penjas rata-rata satu kali perminggu, selama 2 x 45 menit dalam setiap semester (kurang lebih enam bulan) dengan pertemuan sebanyak 12 kali. Pengetesan sering menggunakan waktu yang cukup lama. Untuk melakukan satu butir tes kesegaran jasmani saja, missal tes lari 2,4 km (tes aerobik) diperlukan satu pertemuan bahkan kadang lebih.
- Masalah lain adalah evaluasi seolah-olah hanya dapat dilakukan oleh ahli statistik, sebab statistik diperlukan untuk pengolahan data. Bila demikian guru harus bekerja ekstra keras, menyisihkan waktu dan mengeluarkan tenaga yang lebih banyak, dan konsentrasi penuh pada evaluasi. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah bagaimana mengurangi masalah tersebut di atas?
Isu Jumlah dan Karakteristik Siswa
Guru
penjas di SMA/MA sering dihadapkan dengan masalah jumlah siswa yang
cukup banyak mulai dari Kelas X sampai Kelas XII, bahkan ditambah dengan
siswa dari kelas paralel. Lebih rumit lagi karena yang dipelajari
adalah sesuai dengan kemampuan fisik dan perkembangan mental yang berbeda-beda. Guru Penjasorkes harus menangani siswa sebanyak 400 sampai 500 perminggunya.
Isu Sarana dan Prasarana Pembelajaran Penjas
Kurangnya
sarana dan prasarana pembelajaran penjas merupakan salah satu isu yang
cukup merata dan sangat terasa oleh para pelaksana penjas di lapangan.
Pada umumnya sekolah-sekolah di Indonesia pada setiap jenjang
pendidikannya selalu dihadapkan dengan permasalahan kekurangan sarana
dan prasarana ini. Tidak sedikit sekolah di Indonesia, khususnya di
daerah perkotaan tidak memiliki tempat atau lahan untuk melakukan
aktivitas jasmani, khususnya yang berkaitan dengan olahraga misalnya
lapangan. Walaupun ada, jumlahnya tidak proporsional dengan jumlah
siswa, seringkali ditambah dengan kualitasnya yang kurang memenuhi
tuntutan pembelajaran.
Sarana
dan prasarana ini meliputi alat-alat, ruangan, dan lahan untuk
melakukan berbagai aktivitas Pendidikan Jasmani, termasuk olahraga.
Idealnya sarana dan prasarana ini harus lengkap, tidak hanya yang
bersifat standar dengan kualitas yang standar pula, tetapi juga meliputi
sarana dan prasarana yang sifatnya modifikasi dari berbagai ukuran dan
berat ringannya. Modifikasi ini sangat penting untuk melayani berbagai
kebutuhan tingkat perkembangan belajar anak didik di sekolah
bersangkutan yang terkadang sangat beragam karakteristik kemampuannya.
Isu Keberhasilan Kurikulum Penjas
Keberhasilan
kurikulum Pendidikan Jasmani pada setiap jenjang pendidikan sampai saat
ini masih dirasakan samar. Ukuran yang digunakan oleh setiap orang
dalam menafsirkan keberhasilan program masih bersifat samara dan
cenderung bersifat lokal belum menyeluruh sebagaimana tercantum dalam
tujuannya. Namun demikian salah satu indikator yang mungkin dapat kita
telusuri adalah karakteristik para lulusannya.
Untuk
itu kita dapat bercermin pada karakteristik lulusan Pendidikan Jasmani
yang dijadikan patokan di beberapa negara maju, misalnya seperti yang
dikemukakan oleh NASPE (National Association for Sport and Physical
Education, 1992) yang intinya adalah sebagai berikut:
- Memiliki keterampilan-keterampilan yang penting untuk melakukan bermacam-macam kegiatan fisik.
- Bugar secara fisik.
- Berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas jasmani.
- Mengetahui akibat dan manfaat dari keterlibatandalam aktivitas jasmani.
- Menghargai aktivitas jasmani dan kontribusinya terhadap gaya hidup yang sehat.